Beranda | Artikel
Adakah Sunnah Mandi Hujan-Hujanan?
Rabu, 22 Mei 2013

Ada sebagian dari kita yang salah memahami hadits berikut,

عن أنسٍ -رضي الله عنه-، قال: أصابنا ونحن مع رسول الله -صلى اللهُ عليه وسلم- مطرٌ، قال: فحسَر رسول الله -صلى اللهُ عليهِ وسلم- ثوبَه حتى أصابَه مِن المطر، فقلنا: يا رسول الله! لمَ صنعتَ هذا؟ قال: “لأنَّه حديثُ عهدٍ بِربِّه تعالى”

 

Dari Anas bin Malik radhiallahu ‘anhu, hujan turun membasahi kami (para Sahabat) dan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa alihi wasallam.  Maka Rasululullah shallallahu ‘alaihi wa alihi wasallam membuka bajunya sehingga hujan mengguyur beliau, maka kami bertanya, “Wahai Rasulullah untuk apa engkau berbuat seperti ini?”, beliau menjawab:

لِأَنَّهُ حَدِيثُ عَهْدٍ بِرَبِّهِ تَعَالَى

“Karena sesungguhnya hujan ini baru saja Allah ta’āla ciptakan.”[1]

 

Mereka memahaminya dengan termasuk sunnah mandi air hujan kemudian berbasah-bahasan. Yang benar sebagaimana penjelasan ulama bahwa maksud hadits adalah menyentuhkan/meyingkap beberapa anggota badan dengan air hujan ketika pertama kali turun.

Ibnu Qudamah rahimahullah berkata,

قال ابن قدامة : ” فصل ويستحب أن يقف في أول المطر ويخرج رحله ليصيبه المطر

“Pasal disunnahkan berdiri (di luar) ketika awal turun hujan dan mengeluarkan pelana (kendaraan) agar mengenai air hujan”[2]

Imam An-Nawawi rahimahullah berkata,

معنى حسر كشف أي كشف بعض بدنه ومعنى حديث عهد بربه أي بتكوين ربه اياه ومعناه أن المطر رحمة وهي قريبة العهد بخلق الله تعالى لها فيتبرك بها وفي هذا الحديث دليل لقول أصحابنا أنه يستحب عند أول المطر أن يكشف غير عورته ليناله المطر

“Makna membuka bajunya adalah menyibaknya, yaitu menyibak sebagian tubuhnya. Dan makna “baru saja Allah ciptakan” ialah penciptaandari Allah Ta’ala dan maknanya hujan itu adalah rahmat, yakni rahmat yang baru saja Allah ciptakan, maka Nabi shallallahu ‘alaihi wa alihi sallam mengambil barakah (tabarruk) dari hujan tersebut. Dan dalam hadits ini menjadi dalil bagi para Ulama Syafi’iyyah bahwa pada mula turunnya hujan disunnahkan untuk menyibak tubuhnya -selain aurat- sehingga terguyur hujan”[3]

 

@Pogung Lor-Yogya, 12 Rajab 1434 H

Penyusun: Raehanul Bahraen

Artikel www.muslimafiyah.com

 

silahkan like fanspage FB dan follow twitter

 


[1]  HR Muslim 1494

[2] Al-Mughni 2/145

[3]  Syarh Shahih Muslim 6/195, Dar Ihyaut Turast, Beirut, 1392 H, syamilah


Artikel asli: https://muslimafiyah.com/adakah-sunnah-mandi-hujan-hujanan.html